Selasa, 10 Juni 2014

PENGARUH KONTAMINASI MINYAK DISEL PADA KEANEKARAGAMAN MIKROBA

MAKALAH MIKROBIOLOGI DASAR
PENGARUH KONTAMINASI MINYAK DISEL PADA KEANEKARAGAMAN MIKROBA




Disusun oleh:
Ryza Yunis P              (A1M012008)
Risqiyatul Jannah        (A1M012016)
Daniel Marhendra       (A1M012020)
Cahyo Nugroho          (A1M012022)
Ispi Zuldah                  (A1M012024)
Dyah Setyawati          (A1M012026)
Yuni Astuti                 (A1M012028)
Jesenia Imma Basuki   (A1M012030)


KEMENTRIAN PENDIDIKAN  DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS  JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Semua makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan, sama halnya dengan mikroba. Untuk dapat bertahan hidup, semua makhluk hidup harus beradaptasi atau menyesuaikan diri baik terhadap lingkungannya maupun makhluk hidup lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi dapat berupa faktor fisika, faktor kimia, maupun faktor biologi. Namun, pertumbuham mikroba ini tidak hanya dipengaruhi faktor lingkungan, tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Karena ukurannya yang sangat mikroskopis, pertumbuhan mikroba sangat tergantung pada keadaan sekelilingnya.
Dari adaptasi terhadap lingkungannya tersebut mikroba dapat melakukan aktivitas hidupnya. Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroba. Beberapa kelompok mikroba sangat resisten terhadap perubahan faktor lingkungan. Mikroba tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut.
Faktor fisik dan kimia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri, antara lain: suplai nutrisi, suhu atau temperatur, kelembapan, cahaya, keasaman atau kebasaan (pH), dan ketersediaan oksigen. Apabila faktor-faktor  tersebut memenuhi syarat, sehingga optimum untuk pertumbuhan mikrobia, maka mikrobia dapat tumbuh dan berkembang biak. Sedangkan faktor biologis meliputi organisme lain yang hidup berdampingan dengan mikroba tersebut. Faktor abiotik dan biotik tersebut sangat mempengaruhi waktu ketahanan hidup mikroba.
Selain faktor biologis yang mempengaruhi ketahanan hidup mikrobia, adanya kontaminasi zat kimia pada lingkungan tempat hidupnya juga berpengaruh pada ketahanan hidup mikrobia. Mikrobia dalam hidupnya memerlukan media untuk melakukan pertumbuhan. Media tersebut contohnya tanah. Zat kontaminan pada tanah dapat berupa total petrolium hydrocarbon (TPH) atau kontaminasi diesel. Zat kontaminan tersebut tidak hanya berpengaruh pada mikrobia, tetapi juga pada tanah.
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa ada banyak faktor yang menentukan komposisi dan aktivitas mikrobia yang tidak tercemar lingkungan hidupnya, termasuk wilayah geografis, jenis tanah, pH tanah dan penggunaan tanah. Kontaminasi TPH mempengaruhi terjadinya biodegradasi populasi, dan memberikan dampak terhadap struktur dan fungsi komunitas mikroba. Dari hasil perhitungan, diantara berbagai alat dekontaminasi, bioremidiasi secara in situ muncul sebagai pengobatan biaya rendah, dan lebih baik dibandingkan dengan teknik tradisional secara ex situ.
Pendekatan secara molekular budidaya-independen telah digunakan untuk menilai dampak pencemaran komposisi mikroba pada situs-situs yang terkontaminasi, dan keberagaman filogenetik serta alat fungsional bertarget gen telah dikembangkan sebagai salah satu jalur bukti untuk memantau populasi mikroba di situs alam redaman sebagai potensi kerusakan dan aktivitas. Fragmen gen kedua bacteria dan archaea 16s rRNA itu dimanfaatkan sebagai teknik high-throughput untuk memeriksa keanekaragaman mikroba dan kelompok yang terkontaminasi sesuai dengan sampel bersih.
Melalui penyelidikan dampak jangka panjang in situ kontaminasi diesel tersebut, pemahaman karakteristik dan persyaratan alam redaman  dikembangkan.

B.     Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Mikrobiologi Dasar, selain itu bertujuan untuk membekali pengetahuan berkenaan dengan  pengaruh dari kontaminasi diesel yang berkepanjangan terhadap struktur komunitas mikrobia tanah.

C.     Materi dan Metode
Deskripsi Bagian
Stasiun pengisian bahan bakar kereta api di Wegliniec, Polandia, terkontaminasi dengan diesel dari 1970 hingga 2000. Dipasang 18 pemantau untuk memantau yaitu berupa sumur yang dipasang pada tahun 1997 dan pada tahun 2001 untuk membedakan diesel yang terkontaminasi tanah, yang dinyatakan sebagai konsentrasi TPH, serta untuk memantau kontaminasi di dalam air tanah. Selama tahun 2003 proyek tersebut sudah ditambahkan 89 sumur dengan kedalaman 5 meter. Penggunaan sumur ini dihentikan selama 6 bulan akibat penyumbatan.
Lokasi ini awalnya lokasi sungai mengalir dari selatan ke utara. Disini terdapat tanah liat dan gambut  di atas dasar pasir, di sebelahnya terdapat bukit yang lebih tinggi berpasir di sisi timurnya dari lokasi tersebut. Untuk menyeimbangkan  pembangunan kereta api sungai tersebut diisi dengan lapisan mengandung pasir kasar, heterogen kerikil, dan baik cokelat pasir. Dengan demikian daerah yang terkontaminasi 3 sampai 4 lithological di dalam lapisan ini ditemukan juga anthropogenic, gambut  atau tanah liat, dan pasir. Di sebelah timur terdapat dua lapis bahan-bahan organik, pasir coklat/pasir.
Lokasi awal pengisian bahan bakar tersebut berada di barat daya dari sumber kontaminasi. Di daerah tersebut hingga 70 cm nonaqueous-phase liquid (LNAPL) dari TPH. Pada fase ini konsentrasi lebih tinggi dari 20.000 mg/kg bahan kering. LNAPL telah menyebar di seluruh arah seperti air tanah. Lapisan tebal antropogenik mengisi kawasan di utara dari daerah yang terkontaminasi karena air tanah terlarut diesel. Sejauh ini pelapukan bervariasi dari daerah yang satu ke daerah lain, seperti yang diamati perubahan dari warna dan tekstur yang mengalami kontaminasi.
Sampling Tanah
Sampling tanah dilakukan pada tahun 2010 di sembilan lokasi di daerah tersebut, termasuk stasiun pengisian bahan bakar  di hilir  dan lebih jauh di stasiun. Selain itu, sampel yang diambil dari  isi antropogenik yang ada, baik karena lokasi hulu dan di luar halaman rel atau karena litologi alam bawah permukaan. Untuk mengumpulkan lapisan sedimen di berbagai kedalaman untuk masing-masing sampling. Keterangan lengkap tentang jumlah sampel dikumpulkan di setiap lokasi dan kedalamannya yang berbeda. Sampel dikumpulkan dan disimpan dalam wadah besar high-density polyethylene (HDPE) untuk membedakan sampel yang satu dengan lainnya. Selain itu, produk murni LNAPL sampel dikumpulkan dan disimpan dalam sebuah tabung gelas. Semua sampel disimpan di 4 0C.
Subsamples tersebut diambil langsung dari lapisan sedimen dari bidang menggunakan spatula logam steril dan ditempatkan dalam tabung 50 ml steril untuk analisis molekuler. Sampel ini segera dibekukan dalam nitrogen cair, disimpan di es kering selama transportasi (1 hari), dan disimpan di 80 0C sebelum diproses lebih lanjut.
Analisis kimia
Sampel tanah yang diukur 2 mm dan dianalisis untuk berbagai parameter-parameter. Konten materi organik yang dimaksud sebagai perbedaan berat karena pengapian pada suhu 550 0C. Perbandingan pH yang diukur dalam bentuk supernatant 1: 2,5 fase padat-cair (g/ml) ratio suspensi dari sampel tanah dalam 0,01 m CaCl2. Konsentrasi diesel, diukur sebagai TPH, ditentukan oleh ekstraksi dan kuantifikasi gas kromatografi.  Selama proyek perbaikan sebelumnya tahun 2003, penambahan 89 sumur dengan kedalaman 5 meter yang ditempatkan dalam sebuah pola gridlike ketat untuk sebuah pompa dan perbaikan berdasar gaya pendekatan. Namun, penggunaan sumur ini dihentikan selama 6 bulan akibat penyumbatan pada penyaringan sumur.
Ekstraksi dilakukan menurut ekstrasi protokol pelarut goyang NEN 5733 dengan aseton dan heksana. Untuk contoh produk murni, 0.2 g LNAPL dilarutkan dalam heksana 25 ml. Heksana dikeringkan dengan Na2SO4, dan TPH diukur pada HP 5890 gas chromatograph (GC) dengan simulasi penyulingan (Sim Dist) kolom dan detektor api ionisasi dengan nitrogen sebagai gas pembawa. Setelah 5 menit di awal suhu 40 oC, suhu meningkat pada 10 oC per menit sampai akhir suhu 300oC. Sampel TPH menggambarkan sebuah pola diesel chromatogram  sebagai kawasan antara C10 dan C40. Pecahan nomor karbon ditentukan dengan menggunakan titik didih masa penyimpanan yang standar. Sampel diesel chromatogram kurang indikatif, melainkan khusus untuk jumlah jejak bahan organik yang diekstraksi dengan heksana dianggap bersih untuk tujuan analisis ini.
Isolasi DNA, amplifikasi, dan penggunaan pyrosequence16S rRNA gen.
Total DNA komunitas mikroba yang diambil dari 0,5 gram dari setiap sampel tanah digunakan Fast DNA berputar pada kit tanah (MP Biomedicals, Solon, OH) menurut petunjuk prodsen. Jumlah dan kualitas DNA yang diekstrak (rata-rata ukuran molekul dan kemurnian) diperkirakan pada 1% agarose gel dan menggunakan NanoDrop spektrofotometer bacaan  (Thermo Scientific, Wilmington, DE). DNA diekstrak disimpan pada suhu 20oC untuk aplikasi hilir.
Dalam hal ini, kami menggunakan dua langkah protokol PCR seperti yang sebelumnya dijelaskan. Dengan pendekatan ini, adaptasi tag dan penambahan sebuah putaran kedua  amplifikasi PCR. Metode ini memfasilitasi amplifikasi DNA dari contoh biologinya yang kompleks, prduktivitas meningkat, dan pemulihan keragaman genetik, bisa  menghindari amplifikasi yang diperkenalkan dengan menggunakan panjang fusi primer  dalam satu langkah amplifikasi PCR.
Analisis Statistik
            Berkaitan dengan perubahan variable komposis komunitas lingkungan mikrobia , redundansi analisis (rda) yang digunakan dalam pelaksanaan di CANOCO terdapat 4,5 paket piranti lunak (Biometris, Wageningen, Belanda). Variabel lingkungan yang diuji, berdasarkan  ada atau tidaknya kontaminasi, konsentrasi TPH , pH materi organik, dan tingkat air tanah. Semua data lingkungan yang berubah seperti log (1x). Sebuah pengujian permutasi Monte Carlo berdasarkan 999 permutasi adalah acak digunakan untuk menentukan apakah ada atau tidaknya variabel percobaan secara signifikan memberikan kontribusi untuk menjelaskan variasi dalam komposisi komunitas mikrobia.








BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik umum dari sampel tanah

Dalam penelitian di dalam jurnal yang kami bahas menggunakan sampel  tanah sebanyak 26 sampel. Berikut karakterisasi dari 26 sampel menunjukkan variasi dalam fisik dan sifat geokimia tanah yang telah  dikumpulkan ( Tabel 1 ).
Dari data yang ada pada table 1 diatas, menunjukkan bahwa kandungan bahan organik berkorelasi baik dengan jenis tanah, dengan mengisi dan sampel pasir umumnya masing-masing di bawah 10% dan 2%, dari sampel gambut di atas bahan organik 10% dalam banyak kasus. pH bervariasi seluruh sampel 4,2-7,5; tanah berpasir menunjukkan pH sedikit lebih rendah. Konsentrasi TPH dari 11 sampel terkontaminasi bervariasi dari 1,3 g/kg menjadi 22,2 g/kg . Tingkat tertinggi kontaminasi ditemui di lokasi pengambilan sampel dekat lokasi pengisian bahan bakar dan pada atau di bawah tingkat air tanah.
Gambar 2
Pengertian sampel tanah yang terkontaminasi oleh beberapa kontaminan

Distribusi dan komposisi kontaminasi TPH adalah indikasi dari alam dalam proses degradasi in situ. Konsentrasi diesel yang terutama berkurang pada sampel yang diperoleh atas tingkat air tanah di daerah sumber di mana kontaminasi berasal, ini menunjukkan degradasi yang mungkin terjadi dalam  zona tak jenuh. Dari distribusi  fraksi nomor karbon TPH juga menunjukkan adanya degradasi.
Sebuah sampel LNAPL dikumpulkan di sumber zona di lokasi pengisian bahan bakar menunjukkan bahwa diesel asli   terkontaminasi  terutama oleh Low Molecular Weight (LMW) hidrokarbon, dengan 63% dari massa dari senyawa dalam C10-ke-C16 rentang (Gambar 2). Sampel tanah keseluruhan habis di LMW senyawa dibandingkan untuk LNAPL tersebut. Sampel jauh di atas  tingkat air tanah (situs A1) atau lebih jauh hilir (situs E2 dan  F2) menunjukkan terutama kurang LMW sampai 50% dari C10-ke-C16  fraksi habis relatif terhadap tanda tangan LNAPL. Penurunan  jumlah senyawa LMW juga diamati di situs, perbedaan dalam kelimpahan relatif fraksi karbon yang signifikan  untuk fraksi C10 ke C12 dan C12 ke C16 ketika membandingkan sumber sampel A2 dan B3 ke membanggakan sampel E2 dan F2 (P= 0,02).
Pergeseran dalam komposisi kontaminan kemungkinan besar dapat dikaitkan  dengan degradasi biologis. Seperti yang telah disebutkan LNAPL, terjadinya degradasi mikroba dapat merendahkan Senyawa LMW. Preferensi Mikroba untuk low-molecularweight senyawa telah diamati sebelumnya (27, 28). Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pelemahan alami hadir di lokasi dan  proses biodegradasi sedang berlangsung, diperkuat oleh perubahan yang diamati dalam komposisi komunitas mikroba, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Analisis Umum kumpulan data pyrosequencing

Komposisi Filogenetik dan keragaman komunitas mikroba hadir dalam sampel tanah yang dikumpulkan di seluruh diesel terkontaminasi di situs kereta api yang diprofilkan menggunakan pyrosequencing dari PCR-diperkuat bakteri dan 16S rRNA archaea fragmen gen. Setelah memilih dan menyaring kualitas bacaan, urutan yang dikelompokkan ke dalam unit taksonomi operasional (Otus) menggunakan ambang kesamaan 97%, menghasilkan total 40.912 highquality, Otus nonchimeric. Ini Otus mewakili total 201.585 dibaca, tersebar di 7.753 ± 1.032 (rata-rata ± Standar deviasi) urutan per sampel dengan panjang rata-rata 401,8 bp. Urutan Perwakilan setiap OTU diklasifikasikan ke dalam Bakteri domain (91,7% dari total data set) dan Archaea (7,7%), menggunakan Classifier RDP dengan ambang kepercayaan 80%. Untuk sebagian kecil dari urutan (0,6%) tidak dapat diklasifikasikan di level domain.
Urutan proporsi yang relatif tinggi, berkisar dari 2% sampai 46% (rata-rata, 21%), tidak dapat diklasifikasikan di bawah tingkat filum. proporsi besar bakteri yang tidak terklasifikasi dan urutan archaea jatuh dalam rentang nilai yang diperoleh di studi lain terbaru yang menerapkan tag-pyrosequencing untuk tanah yang berbeda dan ekosistem sedimen, di mana, pada prinsipnya, diharapkan adanya keragaman mikroba yang tinggi. Misalnya, Inceoglu dkk. ditemukan 15 sampai 45% bakteri yang tidak terklasifikasi dalam kumpulan data pyrosequencing yang diperoleh dari  sampel tanah diladang kentang (20), dan berbagai bakteri serupa yang tidak terklasifikasi (11-24%) ditemukan dalam kumpulan tanah di hutan dan padang rumput (13). Sebuah kemungkinan penafsiran dari proporsi tinggi urutan tidak terklasifikasikannya mungkin karena mereka termasuk yang belum berbudaya, belum diakui, atau spesies bakteri baru atau spesies archaea baru.

Otus diklasifikasikan ke dalam domain Bakteri (27 filum) dan Archaea (2 filum). Rata-rata kumpulan data yang lengkap, filum mikroba utama adalah Proteobacteria (36,6%±14,5% dari dibaca), Firmicutes (9,0%±10,2%), Actinobacteria (9,3%±5,1%), Acidobacteria (6,6%±5,5%), Euryarchaeota (6,1%± 11,3%), Chloroflexi (2,8%± 3,0%), Bacteroidetes (1,8%± 1,7%), dan Verrucomicrobia (1,1%± 1,3%) (Gambar 3, lihat juga Tabel S2 di bahan tambahan).
Pemeriksaan awal dari distribusi filogenetik diidentifikasi sampel I2 sebagai outlier. Sedangkan kelimpahan relatif individu filum tidak melampaui 54,4% dalam sampel lainnya, 83,6% dari urutan diklasifikasikan sebagai Proteobacteria dalam sampel I2 (Gambar 3).
Selain itu, 88% dari Proteobacteria berasal dari Betaproteobacteria (Gambar 3, juga lihat Tabel S3 dalam bahan tambahan). Sampling dilakukan di lokasi untuk memberikan sampel pasir kontrol bersih untuk dibandingkan dengan sampel pasir terkontaminasi. Namun, perbandingan visual dari I2, pasir berwarna terang kasar, untuk lainnya sampel pasir bersih (F1, H3, dan I1), yang terutama lebih gelap dan lebih halus, menunjukkan bahwa I2 adalah berbeda. Selanjutnya hal ini  dikonfirmasikan oleh parameter geokimia (Tabel 1), distribusi filogenetik (Gambar 3), dan alpha-keragaman (Tabel 2; lihat di bawah). Redundansi analisis (lihat Gambar. 5) menunjukkan bahwa, bersama dengan I2, I1 juga  tidak mewakili sampel bersih.
Mayoritas Otus bakteri yang paling berlimpah-yang berafiliasi dengan Proteobacteria, yang diamati pada kelimpahan relatif dari 10,4-82,9%, dan semua lima kelas utama diwakili (Gambar 3, juga lihat Tabel S3 dan S4 dalam bahan tambahan). Proteobacteria telah diidentifikasi dalam berbagai penelitian sebagai dominan filum dalam contoh tanah (5, 13, 14, 29), bermain integral peran dalam siklus hara (30). Sebagai contoh, dua mostabundant Otus bakteri diklasifikasikan dalam genus yang Variovorax (OTU 7163, 4,1% dari total jumlah urutan, Keluarga Comamonadaceae, Betaproteobacteria), dan Methylocystis (OTU 64060, 1,4%, Methylocystaceae keluarga, Alphaproteobacteria). Kemampuan Alpha-, Beta-, dan Gammaproteobacteria untuk memanfaatkan alifatik dan senyawa aromatik sebelumnya telah didirikan (31-33), dan pergeseran dalam kelimpahan mereka sering dicatat pada kontaminasi dengan TPH atau selama bioremediasi (34-36).
Sebuah analisis mendalam tentang archaea kelimpahan dan keragaman diberikan di bawah Filum Firmicutes, Actinobacteria, dan Acidobacteria, ditemukan dalam penelitian ini dalam kelimpahan tinggi, telah dicatat sebelumnya dalam bekerja memeriksa sampel tanah tercemar (13, 14, 37).

Keanekaragaman mikroba dalam sampel murni dan terkontaminasi.

Estimasi Alpha-keragaman, berdasarkan Otus didefinisikan pada genetik jarak 3% (yaitu, identitas urutan 97%), menunjukkan bahwa ada penurunan yang signifikan dalam kekayaan dan keragaman mikroba dalam sampel yang terkontaminasi. Sampel gambut menunjukkan signifikan perbedaan keanekaragaman mikroba antara sampel bersih dan tercemar (P=0,05). Kelompok liat terlalu kecil untuk menilai signifikansi perbedaan keragaman hayati. Dalam kelompok pasir, indeks keragaman dalam sampel bersih dan terkontaminasi yang tidak berbeda secara signifikan, kemungkinan besar karena konsentrasi TPH rendah dalam sampel F2, yang mengarah ke respon mikroba tidak signifikan kontaminasi tersebut. Kelompok sampel gambut dan kerikil mengandung konsentrasi TPH jauh lebih tinggi di sampel tercemar.
Tidak ada korelasi penting antara konsentrasi TPH dan keanekaragaman diamati, menunjukkan bahwa adanya kontaminasi, dari konsentrasi, mendikte perubahan keanekaragaman. Rupanya, konsentrasi ambang TPH diperlukan untuk memperoleh perubahan keanekaragaman, di atas akan diamati  adanya korelasi konsentrasi dan keanekaragaman, setidaknya untuk rentang konsentrasi diamati pada situs lapangan ini.
Korelasi antara sifat tanah, termasuk kontaminasi dan komposisi komunitas mikroba. Perbedaan komposisi komunitas mikroba telah dikaitkan dengan kandungan tanah, termasuk vegetasi dan penggunaan lahan (13), matriks Jenis tanah (12 , 16), dan pH tanah (37). Kami melakukan analisis multivariate dalam rangka untuk menentukan dampak dari parameter lingkungan pada struktur masyarakat. Di sini, karakteristik tanah geokimia, termasuk kandungan bahan organik, pH, kedalaman sampel relatif terhadap tingkat air tanah, dan jenis matriks tanah, dianggap.
Gambar 5.
Tidak ada korelasi yang signifikan antara keseluruhan komposisi komunitas dengan baik pada kandungan bahan organik atau kedalaman sampel. Namun, analisis redundansi (RDA) menunjukkan bahwa kelimpahan relatif dari beberapa filum mikroba, seperti Acidobacteria subkelompok 16 dan unclassified Proteobacteria, berkorelasi dengan kandungan bahan organik (Gambar 5). pH ditemukan kontribusi yang signifikan untuk menjelaskan diamati variasi dalam komposisi komunitas (P = 0,008). Acidobacteria subkelompok 1 berkorelasi dengan pH rendah, sementara Acidobacteria subkelompok 16 agak berkorelasi dengan peningkatan nilai pH (Gambar 5). Kelimpahan tinggi Acidobacteria subkelompok 1 sebelumnya telah diamati dalam sampel dengan pH di bawah 5,5 , dan tinggi kelimpahan subkelompok Acidobacteria 16 dalam sampel diatas pH 6 (40). Selain itu, semua subkelompok Acidobacteria yang berkorelasi negative dengan kehadiran TPH (Gambar 5), yang telah diamati sebelumnya (41). Sebuah efek yang sama merusak pada kelimpahan dan keragaman Acidobacteria diamati pada kedua hal itu di kehadiran jangka pendek dan jangka panjang 2,4,6 - trinitrotoluene (42), lebih lanjut mendukung kesimpulan bahwa Acidobacteria sangat sensitif terhadap perubahan kondisi tanah, termasuk kehadiran kontaminasi organik .
RDA juga dilakukan untuk menganalisis dampak pada komposisi komunitas kontaminasi diesel pada umumnya dan, lebih khusus, konsentrasi TPH (Gambar 5). Kehadiran diesel dalam contoh tanah memberikan kontribusi signifikan menjelaskan variasi dalam struktur komunitas mikroba (P=0,002), menunjukkan bahwa kontaminasi, di atas semua karakteristik geokimia lainnya, menentukan sampel mikroba yang diversity.Contaminated berkorelasi positif dengan kontaminasi TPH (Gambar 5; klaster kanan), sedangkan sampel bersih berkorelasi negatif dengan Kontaminasi TPH (Gambar 5; klaster kiri). Namun, sampel bersih I1 dan I2 menunjukkan pola yang berbeda. Konsentrasi TPH hadir ditemukan berkorelasi dengan kelimpahan relatif dari jumlah filum (Gambar 5 dan 6), termasuk Chloroflexi, Firmicutes, dan Euryarchaeota, seperti yang dijelaskan di bagian berikut.

Dampak kontaminasi TPH pada komunitas mikroba tanah
Efek jangka pendek yang sama yang mungkin di lapangan , penelitian ini menyelidiki keberagaman mikroba secara alami dalam kondisi di tanah yang terkontaminasi untuk lebih dari 40 tahun dengan solar . pengurangan  keragaman yang paling mungkin disebabkan oleh tekanan ekologis selektif kontaminasi TPH, termasuk (i) pengenalan konsentrasi TPH beracun dan biodegradasi produk (47-49), (ii) dominasi kolam kurang beragam, mudah terdegradasi hidrokarbon diesel berasal substrat dibandingkan dengan tanah senyawa bahan organik kompleks (27 ,28 ,50), (iii) kehadiran rasio seimbang C : N : P karena masuknya banyak karbon diesel, yang menyebabkan  persaingan pemenuhan nutrisi dan berkurangnya ketersediaan nutrisi bagi komunitas mikroba yang berasal dari sistem murni (6, 51, ​​52), dan (iv) mungkin keterbatasan akseptor elektron untuk komunitas mikroba asli  di bawah permukaan karena mikroba TPH mineralisasi ( 48 , 51 ) .
Gambar 6
Peneliti lebih mengeksplorasi kelompok mikroba tertentu dalam filum Chloroflexi , Firmicutes , dan Euryarchaeota diidentifikasi menjadi terkait dengan kontaminasi . Meskipun filum ini ditemukan di hampir semua sampel , jumlah relatif gabungan terkontaminasi sampel rata-rata 33 % ( dibandingkan dengan 7 % di sampel bersih ) dan mencapai lebih dari 50 % pada sampel yang terkontaminasi A1 dan B3 (Gambar 6; grafik batang ) . Selain itu, relatif tinggi kelimpahan dalam sampel terkontaminasi kelas tertentu dalam filum tersebut menjelaskan kekayaan yang berkurang seperti disebutkan di atas (Gambar 6; grafik pie ) . Perbedaan ini tercermin dalam jelas komposisi kelas Chloroflexi dan Euryarchaeota dalam sampel terkontaminasi . Sedangkan sejumlah kelas yang diwakili dalam sampel bersih , di hadapan TPH , Otus diklasifikasikan sebagai Euryarchaeota hampir secara eksklusif dari kelas Methanomicrobia dan kelas Chloroflexi dari Anaerolineae . Peningkatan kelimpahan dari filum Euryarchaeota , Chloroflexi , dan Firmicutes di asosiasi dengan hidrokarbon - dampak sampel , seperti yang ditemukan di sini, sejalan dengan pengamatan yang dilakukan dalam studi sebelumnya ( 5 , 53-56 ) . Euryarchaeota telah diamati menjadi filum archaea dominan dalam berat lingkungan terkontaminasi minyak ( 53 ) . Yang paling dominan OTU diklasifikasikan dalam kelas Methanomicrobia menunjukkan identitas 98 % dengan 16S rRNA gen anggota yang Methanosaeta , mikroorganisme yang sebelumnya telah diamati dalam minyak pasir ( 55 ) dan telah diamati dalam konsorsium mampu melakukan mineralisasi anaerobik alkana rantai panjang ( 57 , 58 ) . Genus ini dikenal hanya melakukan asetat fermentasi ( 59 ) , dalam kondisi metanogen , menunjukkan bahwa proses metanogen bisa menang di lokasi terkontaminasi.
Kehadiran dan kelimpahan tinggi Euryarchaeota di sampel terkontaminasi dalam penelitian ini terletak kontras dengan studi pyrosequencing sebelumnya yang dilaporkan pada kelimpahan dan keragaman archaea pada sampel tanah bersih. Sebuah studi tentang keanekaragaman archaea dari 146 sampel tanah tercemar dikumpulkan di enam benua menunjukkan bahwa kelimpahan relatif dari Archaea rata-rata 2 % and kurang dari 16 % pada semua sampel , filum utama yang diamati adalah Crenarchaeota ( 60 ) . Perbedaan yang diamati dalam keragaman filum archaea dan kelimpahan antara studi saat ini pada TPH – sampel terkontaminasi dan tanah bersih diselidiki sebelumnya titik terhadap peran kontaminasi dalam komposisi komunitas archaea.
Implikasi dari struktur komunitas dalam sampel yang terkontaminasi untuk redaman alami. Dalam studi ini , efek jangka panjang kontaminasi TPH pada komunitas mikroba di sebuah situs dengan sejarah kontaminasi diesel selama 40 tahun , memberikan kemampuan mikroorganisme untuk beradaptasi dan akhirnya memanfaatkan hadirnya hidrokarbon alifatik dan aromatik. Akibatnya , dampak diesel pada struktur komunitas mikroba menyala melampaui pergeseran awal dalam komposisi yang berhubungan dengan penambahan substrat karbon dan  atau racun dalam jangka pendek.
Dari identifikasi sejumlah Otus menunjukkan kesamaan yang tinggi untuk mikroba yang diketahui terlibat dalam degradasi TPH. mikroba ini terutama anaerobik, termasuk anggota filum Euryarchaeota, Chloroflexi, dan Firmicutes. Temuan ini berkorelasi dengan potensi degradasi yang ditemukan di situs tersebut, berdasarkan pergeseran dalam distribusi karbon nomor diesel (Gambar 2). tanah sampel, terutama yang berasal dari zona tak jenuh atau bulu-bulu, memiliki senyawa LMW terutama sedikit, sampai dengan 50 % dari C10 - ke - C16 fraksi yang telah habis, dibandingkan dengan komposisi dari sumber LNAPL. Preferensi Mikroba untuk degradasi senyawa LMW lebih gesit dan dengan demikian berisiko tinggi cocok menjadi pendekatan atenuasi alam berbasis risiko. mikroba seperti Potensi degradasi garis bukti lain, selain analisis kimia tradisional tanah dan air tanah , menunjukkan kegunaan pemahaman penuh dari komunitas mikroba dalam rangka untuk mendukung pilihan untuk redaman alami situs.
Otus terkait dengan Archaea, khususnya dari kelas Methanomicrobia di Euryarchaeota filum, terutama terkait dengan TPH kontaminasi dalam penelitian ini dan telah diamati sebelumnya bekerja untuk hadir dalam konsorsium mikroba melakukan degradasi alkana (53, 55, 57). Kelas ini mendominasi urutan archaeadi sebagian besar sampel yang terkontaminasi, di mana Archaea kelimpahan relative mencapai hingga 35 % . Selain itu, urutan diidentifikasi sebagai milikke filum Chloroflexi (khusus Anaerolineae ) dan Firmicutes menunjukkan kelimpahan tinggi dalam sampel diesel terkontaminasi dibandingkan pada sampel bersih. Sebelumnya bekerja mengidentifikasi filum ini di Lokasi TPH - terkontaminasi dan menjelaskan peran mereka dalam hidrokarbondegradasi mendukung pilihan filum tersebut untuk dipertimbangkan sebagai target potensial untuk teknik berbasis molekuler (5, 54, 56, 61). Tambahan studi menyelidiki komunitas mikroba komposisi di lokasi TPH - terkontaminasi di mana pelemahan alam telah diamati dituntut untuk lebih mengembangkan dan memvalidasi pendekatan ini.




























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pengaruh kontaminasi diesel yang berkepanjangan terhadap struktur komunitas mikroba pada tanah dapat menurunkan keanekaragaman mikroba dan memberikan kontribusi signifikan terhadap variasi struktur mikroba. Penurunan keanekaragaman paling mungkin disebabkan oleh tekanan ekologi selektif  kontaminasi total petrolium hydrocarbon (TPH), termasuk pengenalan beracun konsentrasi TPH. Dibuktikan dengan penelitian kehadiran diesel di sampel tanah  jika terkontaminasi jangka pendek akan menurunkan keanekaragaman mikroba, jika jangka panjang akan menciptakan keturunan baru yang sudah resist dan juga spesies baru yang belum teridentifikasi tetapi adaptif terhadap lingkungan.

B.     Saran
1.      Sebaiknya saling menjaga lingkungan, khususnya tanah agar tidak tercemar oleh diesel yang berkepanjangan yang dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman mikroba
2.      Sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang potensi degradasi dari kontaminasi TPH agar dapat memeriksa perkembangan ekologi mikroba
3.      Sebaiknya menjaga lingkungan dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi mikroba






Tidak ada komentar:

Posting Komentar