Asal mula Datangnya Padi
di Pulau Jawa
Dahulu kala padi
belum ada di Pulau Jawa. Padi hanya ada di kahyangan. Di sana setelah dipotong atau dituai, padi
ditaruh di pematang sawah agar kering.
Pada masa itu
manusia biasa sangat mudah naik ke kahyangan. Pada suatu ketika di kahyangan
sedang panen padi. Datanglah seorang anak muda mendekati pesuruh dewa yang
sedang mengetam padi. Anak muda itu melihat-lihat sampai ke pematang sawah
tempat padi-padi dijemur. Ia tercengang, terkagum-kagum akan warna kuning bulir-bulir
padi yang ada di pematang sawah itu.
Tiba-tiba ia dihampiri oleh seorang pesuruh dewa yang menjaga padi itu. Pesuruh
dewa itu berkata, “Kau tahu anak muda, apa ini? Ini adalah padi, santapan para
dewa”.
“Bagaimana
rasanya? Boleh saya mencoba sedikit?” Tanya anak muda itu.
“Tidak boleh,”
sahut penjaga jemuran padi itu. “Pulanglah, bukankah di dunia sudah banyak
jagung dan ubi kayu?”
Tetapi anak muda
itu tidak mau pergi. Ia sangat ingin mengecap rasa buah padi. Tatkala penjaga
itu sedikit lengah, diambilnya setangkai dan ia pun lari pergi dari tempat itu.
Ketika matahari
telah terbenam, penjaga jemuran itu mengambil padi setangkai demi setangkai.
“Astaga, hilang satu tangkai”.
Tatkala melapor
kepada para dewa, ia pun kena marah. “Kerjamu tidur saja tadi, ya?” semprotnya.
“Pastilah anak muda tadi yang mencurinya. Ayo lekas! Kejar dia! Padi itu harus
kau minta kembali!”
Laksana kilat
penjaga itu pun turun ke dunia mencari anak muda itu. Setelah berjumpa,
dimintanya setangkai padi tadi, lalu ia pun kembali naik ke kahyangan.
Namun, keesokan
harinya anak muda itu kembali ke kahyangan lagi. Karena takut, ia bersembunyi
di dalam lumbung padi. Siang harinya tatkala penjaga itu menjemur padi, tanpa
setahu penjaga, anak muda itu kembali mengambil setangkai batang padi, lalu
disembunyikan dalam sanggulnya. Ia kemudian melesat lari turun ke bumi. Sayang,
penjaga padi itu memergokinya.
“Berhenti! Kamu
mencuri setangkai padi lagi, ya?” teriaknya. “Tidak, coba periksalah,” kata
anak muda itu tenang-tenang. Anak muda itu digeledah. Paenjaga itu tidak
menemukan apa-apa. Dengan tangan hampa penjaga itu kembali ke kahyangan.
Sampai di
rumahnya, anak muda itu menuju belakang rumah. Di situ ada burung betet, “Apa
itu?” tanyanya.
“Diam betet!”
katanya sambil menebang pohon dadap tempat burung itu bertengger.
Burung betet itu
terbang ketakutan. Anak muda itu lalu menebas rumput-rumput dan pohon-pohon
yang tumbuh di sekelilingnya. Kemudian, ditanamlah padi yang dicurinya itu di
tempat yang subur.
Beberapa bulan
kemudian, padi itu tumbuh dengan subur.Akhirnya muncul juga setangkai padi dan
bulir-bulir padi yang kuning keemasan warnanya.
Kebetulan ada
salah satu dewa yang melihat ke bawah, ke dunia. Tampaklah olehnya padi yang
menguning. Dipanggilnya dewa-dewa lain supaya ikut menyaksikannya. Mereka
akhirnya bersepakat untuk turun ke bumi dan mengambil padi itu.
Namun, anak muda
itu sekejap tiada lengah dalam menjaga tanaman padi itu. Begitu ia melihat ada
banyak dewa turun, dengan berbagai macam muslihat ia menghadapi mereka. Dewa-dewa
itu ketakutan dan berlarian terbang kembali ke kahyangan. Tidak seorang pun
dari mereka yang berani turun ke dunia lagi.
Anak muda itu
memanggil tetangga-tetangganya. Tiap-tiap orang diberinya padi satu tangkai.
Mereka lalu menanamnya di tempat yang subur.
Sejak itu penduduk
dunia memakan nasi seperti dewa-dewa di kahyangan. Tetapi sejak itu pula
manusia tidak berani lagi naik ke kahyangan. Mereka takut kalau-kalau dewa
masih marah karena manusia telah mencuri padi di kahyangan.
Pada suatu hari
anak muda itu berjalan-jalan di pinggir sawahnya. Tiba-tiba ia dikejutkan
dengan turunnya salah satu dewi yang sangat cantik dari kahyangan. Dengan
segera ia berlutut di hadapan dewi itu. Dewi itu tersenyum, seraya berkata,
“Aku tahu siapa engkau. Engkaulah yang mengambil setangkai padi dari kahyangan.
Aku tidak marah kepadamu karena sawahmu kau garap dengan sempurna. Apalagi
padi-padimu kau bagi-bagikan kepada orang lain. Aku turun ke dunia ini akan
mengatakan kepadamu, kamu beserta anak cucumu, dan sekalian orang, akan tinggal
di Pulau Jawa ini. Berhati-hatilah menjaga padi. Padi itu tanaman dari
kahyangan. Sebab itu, harus dijaga dengan baik-baik. Ketahuilah olehmu, akulah
Dewi Sri, dewi padi. Behati-hatilah memelihara batang padi yang masih kecil.
Tanamlah sebatang-sebatang. Kalau padi telah masak, potonglah
setangkai-tangkai.”
Anak muda itu
berjanji akan menuruti perintah itu. Kemudian, Dewi Sri lenyap tiada ketahuan
di mana dan ke mana ia perginya.
Anak muda itu
menepati janjinya. Diceritakannya kepada penduduk kampung apa yang dipesankan oleh
Dewi Sri. Orang-orang kampung itu pun menceritakan pula kepada orang lain.
Tiada berapa lamanya tahulah semua petani apa saja yang harus dilakukannya.
![](file:///C:\Users\USER\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar