Minggu, 24 November 2013

Gadis Mangkuk Kayu



Gadis  Mangkuk Kayu

Pada zaman dulu di sebuah desa di provinsi Yamato tingallah sepasang suami istri. Semula mereka hidup sebagai orang terhormat dan kaya di sebuah kota besar. Tetapi, sesudah harta mereka habis dan jatuh miskin mereka pindah ke desa kecil.
Penghibur dan harta yang paling berharga yang mereka miliki kini adalah anak gadis mereka yang sangat cantik yang tak ada tandingannya di seluruh desa.
Suatu hari meninggalah sang ayah. Dan tidak beberapa lama sesudah itu sang ibu pun jatuh sakit.
“celaka!”, pikir sang ibu. “Bila aku juga meninggal, apa yang harus diperbuat anakku dan apa yang akan terjadi atas dirinya?Kecantikannya akan membuat dia celaka. Dan karena dia miskin, orang yang iri padanya akan mencoba mencelakakannya dengan berbagai cara.”
Pada waktu ajalnya hampir tiba, sang ibu memanggil anaknya. Dengan lembut diberikannya beberapa pesan agar anaknya tetap baik dan ramah pada setiap orang. Kemudian ia menyuruh anaknya mengambil mangkuk kayu yang selalu berada di luar rumah. Anak itu pun mengambil mangkuk kayu yang dimaksud dan berlutut di samping ibunya. Dengan gemetar sang ibu mengambil mangkuk kayu itu dan menekannya di atas kepala anaknya dengan dasar mangkuk terbalik ke atas. Sang ibu menekan mangkuk itu sangat dalam sehingga setengah dari muka anaknya tidak terlihat. Tentu orang tidak akan tahu kalau ia cantik. Anak itu harus berjanji untuk tidak membukanya selama hidupnya. Tak berapa lama meninggalah sang ibunya.
Sekarang gadis itu menjadi yatim piatu dan harus bekerja mencari makan. Setiap hari ia pergi kepada seorang petani dan bekerja pada tanah milik petani itu. Oleh karena ia selalu memakai mangkuk kayu, ia dipanggil Hatsubihime yang artinya `gadis mangkuk kayu`. Meskipun demikian, banyak pemuda yang melihat ke bawah mangkuk itu karena mengetahui gadis ini cantik. Pemuda-pemuda itu meminta kepada Hatsubihime agar ia mau membuka mangkuk kayu itu dari wajahnya. Tetapi, gadis itu tetap setia pada janjinya. Pada suatu hari ketika ia sedang bekerja, seorang tuan tanah melihatnya. Tuan tanah itu senang melihat Hatsubihime sangat rajin dan cekatan. Hatsubihime diajak ke rumahnya untuk merawat istrinya yang telah lama sakit. Kini Hatsubihime hidup lebih senang karena keluarga tuan tanah itu sayang kepadanya. Bersamaan dengan itu datang pula anak lelaki sulung tuan tanah tersebut. Ia telah banyak dan memperoleh pengalaman dari pengembaraanya itu. Ia sangat senang karena dapat berada kembali di antara keluarganya.
Baru saja ia melihat Hatsubihime, ia jadi begitu tertarik pada gadis itu. Lebih-lebih karena orang desa itu bercerita bahwa Hatsubihime selalu memakai mangkuk kayu dan tidak pernah melepaskannya dari kepalanya. Mereka menertawakan dan menganggap Hatsubihime gila.
Tetapi setelah pemuda itu mengenal sifat Hatsubihime yang menyenangkan dan ramah, anak tuan tanah itu tidak dapat menahan dirinya. Pada suatu malam ia melihat di balik mangkuk itu betapa cantiknya Hatsubihime dan bermaksud menikahinya.
Waktu orang tuanya mendengar hal itu, mereka marah dan mencaci Hatsubihime. Akan tetapi, pemuda itu tetap ingin menikahinya dan telah menetukan hari pernikahan.
Ketika Hatsubihime mengetahui orang tua pemuda itu tidak suka bila ia menikah dengan putra mereka, ia menjadi sedih. Ia meminta dengan sangat agar pemuda itu mencari gadis lain untuk dijadikan istrinya. Namun pada suatu malam ia bermimpi bertemu dengan ibunya. Dalam mimpi itu ibunya berkata, “Anakku, menikahlah dengan pemuda anak tuan tanah itu!”
Sesudah pertemuannya dengan ibunya dalam mimpi itu, Hatsubihime menjadi gembira dan senang membantu persiapan-persiapan untuk hari pernikahannya. Pada saat hari pernikahannya tiba, mangkuk kayu itu dicoba untuk ditinggalkan dari mukanya. Walaupun ditarik sekuat-kuatnya, mangkuk itu tidak bergerak sedikit pun. Hatsubihime menangis kesakitan. Orang-orang di desa itu menetertawakan dan mengejeknya.
Mendapat ejekan seperti itu, pengantin lelaki berkata, “Saya juga mencintaimu dengan mangkuk itu”. Dan pesta pernikahan tetap diadakan.
Sesudah diadakan perjamuan besar, ketika semua hadirin minum untuk kebahagiaan dan kesehatan Hatsubihime, pecahlah mangkuk di atas kepalanya dan berserakan di lantai. Ketika Hatsubihime mengambil pecahan mangkuk kayu itu, pecahan mangkuk itu berubah menjadi permata-permata yang sangat indah. Inilah hadiah perkawinan kedua mempelai itu.
Dengan kejadian itu, para tamu benar-benar gembira. Begitu pula kedua orang tua pemuda itu menyadari kekeliruan mereka selama ini. Mereka bernyanyi-nyanyi dan bersenang-senang semalam suntuk. Akhirnya kedua mempelai itu hidup bahagia sampai akhir hayat mereka.

Dikutip dari majalah Mentari Putra
Harapan, Januari 1998.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar