Kamis, 10 Oktober 2013

Autografi Entrepreneurship


TUGAS TERSTRUKTUR
KEWIRAUSAHAAN
Rangga Umara si Pemilik Pecel Lele Lela








Oleh :
Risqiyatul Jannah
(A1M012016)



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013
Kisah Inspirasi Rangga Umara Si Pemilik Lele Lela
Rangga Umara adalah Praktisi sekaligus provokator bisnis yang berkecimpung dalam dunia kuliner. Selain sibuk menjalankan bisnisnya sebagai Founder & Brand Owner Pecel Lele Lela, CEO Lela Internasional Corp. Rangga Umara juga mengisi waktunya dengan menjadi pembicara di banyak seminar, berbagi pengalaman dalam sesi-sesi mentoring bersama komunitas bisnis dan berbagi cerita dalam jejaring sosial twitter profile nya https://twitter.com/RanggaUmara.
18 05 2013 Dream Day Rangga UmaraKesuksesan Rangga rupanya bermula ketika ia menuliskan obsesi, ambisi, dan impian yang ingin diraihnya dalam sebuah buku yang ia sebut dream book. Tidak hanya menuliskan keinginan, Rangga juga menuliskan usaha untuk mencapainya serta target keuntungan. Lewat dream book itu Rangga mengumpulkan semangat dan menarik energi positif agar impiannya tercapai. Menulis mungkin memang bukan keahliannya tetapi dia berharap melalui buku “The Magic Of  DREAM BOOK” mampu menularkan virus bermimpi yang visioner, karena apa yang dimilikinya saat ini bisa dia dapatkan berawal dari sebuah impian.
Kisah sukses Rangga berawal dari memutuskan berhenti bekerja di kantornya di perusahaan properti Jakarta saat kebutuhan hidupnya mulai meninggi. Sarjana Informatika dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Bandung ini memutuskan untuk menjadi pengusaha pecel lele.
 Gaji di perusahaan properti waktu itu tiga koma. Maksudnya, setelah tanggal tiga, kantong sudah koma. Menurut dia, karyawan apapun tidak menjadikan seseorang kaya. Jadi, memiliki usaha sendiri merupakan satu-satunya jalan untuk menjadi kaya.
“Waktu di PHK, saya berpikir, kalau kerja lagi sama orang ya mungkin akhirnya di PHK lagi. Jadi saya memutuskan untuk membuka usaha saja,” ujar Rangga saat berbincang usai melaunching rumah makan Pecel Lele Lela cabang ke 23 yang berada di Jalan Surya Sumantri Bandung.
Ia lalu pindah haluan. Keputusan menjadi pengusaha diambil setelah matanya tertuju pada satu tenda, yakni tenda pecel lele. Karena terbawa oleh hobinya yang doyan makan, Rangga mendirikan warung pecel lele. Pecel lele makanan khas Indonesia, mudah dijumpai, namun belum banyak yang berani tampil beda. Selama ini kebanyakan warung lele tampilannya begitu-begitu saja.
“Saya melihat tenda penjual lele di seluruh Indonesia sama. Selain itu melihat pecel lele memiliki brand sebagai makanan yang murah,” katanya.
http://majalahinovasi.com/wp-content/uploads/2012/04/Pecel-lele-lela.jpgPada 2007, Rangga membuka usaha pecel lele pertamanya di daerah Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Modalnya didapat dari hasil menjual jam tangan, handphone, parfum, dan alat penggetar perut yang ada di rumah. Totalnya Rp 3 juta. Rangga sadar, pemain di bidang kuliner jumlahnya banyak. Akan sulit jika membuka usaha kuliner jika tak memiliki keunikan atau spesifikasi.
“Coba saja lihat pecel lele yang selalu ada dimana-mana. Standarisasinya sama. Dari rodanya, sampai menunya,” katanya.
Menu pecel lele di pinggir jalan pun menurutnya tak setinggi ayam goreng. Penyebab orang tak suka lele menurutnya karena tampilan yang kurang menarik dan asal-usul makanan lele. Hingga akhirnya, dia mencoba berinovasi dengan ikan lele dengan menyajikannya secara berbeda. Diantaranya dengan membuat fillet lele dengan saus kreasinya. Ia lantas menggandeng temannya yang pintar meracik bumbu, mencari tukang masak dan menyewa sebuah tempat berukuran 2 x 3 meter dengan biaya sewa sebesar Rp.250 ribu per bulan.
Gerai pertamanya menempati bangunan berukuran 2×3 meter. Namanya Lele Lela. Kata ‘lela’ sendiri bukanlah nama istri atau anaknya, melainkan doa yang berarti Lebih Laku. Rangga punya konsep untuk mewujudkan nama itu. Nama itu dibuat dengan pikiran, bagaimana kalau usahanya nanti ramai dan orang mengantri untuk makan di restorannya nanti. Tempatnya harus nyaman, orang datang tak sekadar makan, tapi juga menikmati suasana. Berbeda dengan pecel lele di pinggiran jalan, Pecel Lele Lela memiliki tempat yang bersih dan nyaman, maka tidak heran kalau harga lele di Pecel Lele Lela juga tak seperti pecel lele di pinggiran. Tapi harga yang harus dibayar rasanya sebanding dengan rasa dan kenyamanan yang didapat.
Akan tetapi, usaha warung lele itu tidak serta merta berkembang. Pada hari pertama jualan, keuntungan Pecel Lele Lela hanya Rp. 20 ribu, begitupun hari kedua, ketiga, dan hari ke-22 untungnya hanya bertambah sedikit. Hingga bulan ke lima, hasilnya pun sama saja, bahkan mines.
“Pernah sampai 200 ribu, itu pun yang datang adalah keluarga,” jelasnya.
http://i1224.photobucket.com/albums/ee363/duniamimin/ranggaumara.jpgPada rentang 2007-2008 Rangga mengalami periode yang berat. Ia terlilit utang kepada rentenir. Keuntungannya habis untuk membayar sewa. Enam cabang pertamanya harus ditutup. Keuangan keluarganya makin minus sampai-sampai Rangga bersama istrinya, Siti Umairah, serta anak mereka diusir keluar dari kontrakan karena tidak mampu membayar lagi. Kejadian pengusiran itu akhirnya mendorong mertua Rangga untuk bercerita pada orang tuanya yang menetap di Bandung. Karena orang tua terlanjur mengetahui masalahnya, sejak itu Rannga membina komunikasi lebih baik dan selalu minta doa, terutama di hari Jumat. Terbukti, ridho orang tua adalah ridho Tuhan.  
Berangkat dari titik terendah yang tidak ingin Rangga ulangi lagi itu hidupnya pelan-pelan mulai tertata. Teman-temannya yang juga mendengar keluarga Rangga diusir, satu per satu datang menghibur. Seorang sahabat bahkan menawarkan kartu kreditnya untuk dipakai menyewa sebuah rumah yang lebih layak. Untuk pembayarannya, diizinkan menyicil seadanya setiap bulan. Katanya agar Rangga dapat berkonsentrasi mengurus usaha. Setelah mendapatkan sebuah rumah dengan tiga kamar, bahkan ada garasinya, Rangga mulai menata kembali hidupnya.
Meski begitu Rangga tetap konsisten. Olehan lele dikembangkannya disertai standar operasi pelayanan yang dibuat unik. Hasil evaluasi lain yang Rangga dapat, ternyata selama ini dia tidak mengerti sama sekali tentang bisnis rumah makan. Dia hanya mengandalkan kepercayaan pada juru masak. Juru masak yang belanja, juru masak juga yang memasak, Rangga hanya menerima laporan pengeluaran. Setelah dilihat-lihat, ternyata pengeluaran selalu lebih besar dari pendapatan. Padahal, orang yang berpengalaman dalam bisnis rumah makan, mengatakan mempercayakan semuanya pada juru masak itu sama saja dengan memberikan jantung kita pada orang lain.
Suatu hari, saat Rangga pulang ke Bandung dia tidak sengaja berjumpa dengan teman SMA-nya yang ternyata manajer restoran cepat saji. Setelah teman SMA itu menjadi konsultannya, penyimpangan-penyimpangan dalam usahanya pelan-pelan mulai terbongkar dan bisa dibenahi.
Dengan uang seadanya, Rangga memutuskan pindah tempat. Saat itu, ia membuat gerakan warung sepi di kawasan yang lebih strategis. Ia pun mendatangi pemilik warung sepi untuk diajak kerja sama. Setelah bernegosiasi dengan pemilik warung, akhirnya pemiliki warung mengajak Rangga menerapkan sistem setoran sebesar satu juta per bulan. Ia menyetujuinya. Warung sepi itu kemudian didesain sedemikian rupa dan diberi poster.
Sebisa mungkin Rangga memberi kepuasan bagi pelanggan. Rumah makan didesain rapi dengan perpaduan warna hijau dan kuning agar menciptakan kenyamanan. Ikan lele yang dihidangkan merupakan ikan dengan kualitas terjaga. Baluran bumbu yang pas membuat aroma pecel lele membangkitkan selera sesaat selesai digoreng.
Dengan harga yang cukup terjangkau, pelanggan dapat menikmati menu yang beragam. Mulai dari pecel lele original, lele siram saus, lele fillet, lele goreng tepung, lele saus padang, sampai ayam bakar madu. Sebagai tambahan informasi, tiga menu terakhir adalah menu favorit di tempat ini.
Rangga merombak total seluruh sistemnya hingga berangsur-angsur kondisinya membaik. Misalnya, setiap pengunjung Lele Lela disambut dengan ucapan ‘selamat pagi’ dalam intonasi yang bersemangat. Setiap pengunjung yang meninggalkan gerai pun mendapat ucapan ‘terima kasih, selamat datang kembali!’. Sebagai program promosi, bagi pelanggan yang berulang tahun dapat menikmati Pecel Lele Lela secara gratis. Uniknya, setiap pembeli yang bernama Lela bisa makan gratis seumur hidup. Syaratnya hanya dengan menunjukkan KTP.
Tak berapa lama, penggemar Lele pun berdatangan dengan sendirinya. Apalagi setelah banyak diliput oleh media elektronik dan televisi, semakin banyak saja yang penasaran dengan Pecel Lele Lela.
Selama satu bulan dikelola, hasilnya pun ibarat langit dan bumi. Rangga langsung meraup untung  Rp. 3 juta per bulan. Semangat Rangga untuk mengubah hidupnya pun semakin menjadi-jadi. Rangga merencanakan menambah keuntungannya dengan membuka 10 cabang dalam satu tahun. Kemudian 100 cabang dalam lima tahun. Ia berharap dengan 10 cabang tersebut akan mendapat keuntungan Rp. 100 juta juta per bulan. Pecel Lele Lela pun terus berkembang.  Tak sampai lima tahun, keuntungannya mencapai Rp. 8.2 milyar per bulan.
Sekarang, pria kelahiran 3 Januari 1979, pemilik Pecel Lele Lela ini yang ingin menjadi pengusaha sukses akhirnya benar-benar terwujud. Ia kini memiliki 92 outlet Pecel Lele Lela di Jakarta, Bandung, Purwokerto dan kota lainnya di Indonesia. Keuntungan yang diraihnya pun mencapai milyaran rupiah per bulan. Meski pegusaha restoran, rangga mengaku hingga saat ini dia tidak bisa masak. Baginya, yang penting baginya pengusaha restoran adalah bagaimana mencari tukang masak.
Usaha Pecel Lele Lela membuahkan beberapa penghargaan, di antaranya dari Bapak Sharif C Sutardjo, Menteri Perikanan dan Kelautan yang menilai usaha ini paling inovatif dalam mengenalkan dan mengangkat citra lele, dengan menciptakan makanan kreatif sekaligus mendorong peningkatan konsumsi ikan. Juga penghargaan Indonesian Small and Medium Business Entrepreneur Award (ISMBEA) 2010 dari Menteri Usaha Kecil dan Menengah, DR. Syarief Hasan. 
Kini, ayah dua anak tersebut sedang berupaya mewujudkan impian lain, yakni membuka cabang Lele Lela di Mekah.
Berencana juga mengembangkan sayapnya di berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Jedah, juga Australia. Kedepannya ia berharap pecel lele ini mendunia. Agar masyarakat internasional bisa merasakan makanan tradisional Indonesia.


Komentar :

Rangga Umara adalah sosok wirausahawan yang kreatif, inovatif, sabar dan pantang menyerah. Berawal dari dream book, mimpi-mimpinya menjadi seorang wirausahawan sukses, kini terwujud dengan berwirausaha menciptakan bisnis kreatif yakni Pecel Lele Lela. Dikatakan kreatif karena pecel lele adalah masakan tradisional Indonesia dan ia membuat banyak inovasi baru  tentang masakan pecel lele. Ide kreatifnya itu hingga menghasilkan milyaran rupiah per bulan, mempunyai 92 outlet di Indonesia dan menerima penghargaan atas ide kreatifnya. 
Meski pernah mengalami kegagalan dalam berwirausaha hingga diusir dari kontrakan dan berpenghasilan mines, ia menjadikan kegagalan itu sebagai kunci untuk sukses. Jika ingin menjadi seorang wirausaha, kita harus meniru kegigihan Rangga yang mempelajari kegagalan itu dan sabar memperbaiki satu per satu faktor kegagalan itu hingga sukses seperti sekarang. Selain itu kita harus kreatif menciptakan inovasi-inovasi baru di dalam dunia wirausaha.
Meskipun RanggaUmara tidak bisa memasak, ia bisa menjadi wirausaha kuliner dengan mempelajari bisnis berwirausaha. Kita sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan yang mempunyai pengetahuan tentang pangan seharusnya bisa termotivasi menjadi wirausaha kuliner atau wirausaha apapun yang lebih sukses dari Rangga Umara.
Dari kisah inspiratif ini, kita bisa mencoba menulis mimpi-mimpi yang akan kita raih dan juga harus berfikiran bahwa menjadi wirausaha itu akan lebih sukses jika kita mengelolanya dengan benar apalagi mempunyai ilmunya dan kita akan membantu memajukan negara dengan mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar