TUGAS
TERSTRUKTUR
KEWIRAUSAHAAN
“Rangga Umara
si Pemilik Pecel Lele Lela”

Oleh :
Risqiyatul Jannah
(A1M012016)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN
TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU
DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013
Kisah Inspirasi Rangga Umara Si Pemilik Lele Lela
Kisah Inspirasi Rangga Umara Si Pemilik Lele Lela

Rangga Umara adalah Praktisi sekaligus provokator bisnis yang berkecimpung
dalam dunia kuliner. Selain sibuk menjalankan bisnisnya sebagai Founder & Brand Owner Pecel
Lele Lela, CEO Lela Internasional Corp. Rangga Umara juga mengisi waktunya
dengan menjadi pembicara di banyak seminar, berbagi pengalaman dalam sesi-sesi
mentoring bersama komunitas bisnis dan berbagi cerita dalam jejaring sosial
twitter profile nya https://twitter.com/RanggaUmara.

Kisah
sukses Rangga berawal dari memutuskan berhenti bekerja di kantornya di perusahaan properti Jakarta
saat kebutuhan hidupnya mulai meninggi. Sarjana Informatika dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Bandung ini
memutuskan untuk menjadi pengusaha pecel lele.
Gaji di
perusahaan properti waktu itu tiga koma. Maksudnya, setelah tanggal tiga, kantong
sudah koma. Menurut dia, karyawan apapun tidak menjadikan seseorang kaya. Jadi,
memiliki
usaha sendiri merupakan satu-satunya jalan untuk menjadi kaya.
“Waktu
di PHK, saya berpikir, kalau kerja lagi sama orang ya mungkin akhirnya di PHK
lagi. Jadi saya memutuskan
untuk membuka usaha saja,” ujar Rangga saat berbincang usai melaunching rumah
makan Pecel Lele Lela cabang ke 23 yang berada di Jalan Surya Sumantri Bandung.
Ia lalu pindah haluan. Keputusan menjadi
pengusaha diambil setelah matanya tertuju pada satu tenda, yakni tenda pecel
lele. Karena terbawa oleh hobinya yang doyan makan, Rangga mendirikan warung
pecel lele. Pecel lele makanan khas Indonesia, mudah dijumpai, namun belum
banyak yang berani tampil beda. Selama ini kebanyakan warung lele tampilannya
begitu-begitu saja.
“Saya melihat tenda
penjual lele di seluruh Indonesia sama. Selain itu melihat pecel lele memiliki
brand sebagai makanan yang murah,” katanya.

“Coba saja lihat pecel
lele yang selalu ada dimana-mana. Standarisasinya sama. Dari rodanya, sampai
menunya,” katanya.

Gerai
pertamanya menempati bangunan berukuran 2×3 meter. Namanya “Lele Lela”.
Kata ‘lela’ sendiri bukanlah nama
istri atau anaknya, melainkan doa yang berarti Lebih Laku. Rangga
punya konsep untuk mewujudkan nama itu. Nama itu dibuat dengan pikiran, bagaimana kalau usahanya nanti ramai dan
orang mengantri untuk makan di restorannya nanti. Tempatnya harus nyaman,
orang datang tak sekadar makan, tapi juga menikmati suasana. Berbeda dengan pecel
lele di pinggiran jalan, Pecel Lele Lela memiliki tempat yang bersih dan
nyaman, maka tidak heran kalau harga lele di Pecel Lele Lela juga tak seperti pecel lele di
pinggiran. Tapi harga yang harus dibayar rasanya sebanding dengan rasa dan
kenyamanan yang didapat.
Akan tetapi, usaha warung lele itu
tidak serta merta berkembang. Pada hari pertama jualan, keuntungan Pecel Lele
Lela hanya Rp. 20 ribu, begitupun hari kedua, ketiga, dan hari ke-22 untungnya
hanya bertambah sedikit. Hingga bulan ke lima, hasilnya pun sama saja, bahkan mines.
“Pernah sampai 200
ribu, itu pun yang datang adalah keluarga,” jelasnya.

Berangkat dari titik
terendah yang tidak ingin Rangga ulangi lagi itu hidupnya pelan-pelan mulai tertata. Teman-temannya yang juga mendengar keluarga
Rangga diusir, satu per satu
datang menghibur. Seorang sahabat bahkan menawarkan kartu kreditnya untuk dipakai menyewa sebuah
rumah yang lebih layak. Untuk pembayarannya, diizinkan menyicil
seadanya setiap bulan. Katanya agar Rangga
dapat berkonsentrasi mengurus
usaha. Setelah mendapatkan sebuah rumah dengan tiga kamar, bahkan ada garasinya, Rangga mulai menata kembali
hidupnya.
Meski begitu Rangga tetap konsisten. Olehan
lele dikembangkannya disertai standar operasi pelayanan yang dibuat unik. Hasil
evaluasi lain yang Rangga dapat, ternyata selama ini dia tidak mengerti sama
sekali tentang bisnis rumah makan. Dia hanya mengandalkan kepercayaan pada juru
masak. Juru masak yang belanja, juru masak juga yang memasak, Rangga hanya
menerima laporan pengeluaran. Setelah dilihat-lihat, ternyata pengeluaran
selalu lebih besar dari pendapatan. Padahal, orang yang berpengalaman dalam
bisnis rumah makan, mengatakan mempercayakan semuanya pada juru masak itu sama
saja dengan memberikan jantung kita pada orang lain.
Suatu hari, saat Rangga pulang ke Bandung dia tidak
sengaja berjumpa dengan teman SMA-nya yang ternyata manajer restoran cepat
saji. Setelah teman SMA itu menjadi konsultannya, penyimpangan-penyimpangan
dalam usahanya pelan-pelan mulai terbongkar dan bisa dibenahi.
Dengan uang seadanya,
Rangga memutuskan pindah tempat. Saat itu, ia membuat gerakan warung sepi di
kawasan yang lebih strategis. Ia pun mendatangi pemilik warung sepi untuk
diajak kerja sama. Setelah bernegosiasi dengan pemilik warung, akhirnya pemiliki warung
mengajak Rangga menerapkan sistem setoran sebesar satu juta per bulan. Ia menyetujuinya. Warung
sepi itu kemudian didesain sedemikian rupa dan diberi poster.
Sebisa mungkin Rangga
memberi kepuasan bagi pelanggan. Rumah makan didesain rapi dengan perpaduan
warna hijau dan kuning agar menciptakan kenyamanan. Ikan lele yang dihidangkan
merupakan ikan dengan kualitas terjaga. Baluran bumbu yang pas membuat aroma
pecel lele membangkitkan selera sesaat selesai digoreng.

Rangga merombak total seluruh sistemnya hingga
berangsur-angsur kondisinya membaik. Misalnya, setiap pengunjung Lele Lela
disambut dengan ucapan ‘selamat pagi’ dalam intonasi yang bersemangat. Setiap
pengunjung yang meninggalkan gerai pun mendapat ucapan ‘terima kasih, selamat
datang kembali!’. Sebagai program promosi, bagi pelanggan yang berulang tahun
dapat menikmati Pecel Lele Lela secara gratis. Uniknya, setiap
pembeli yang bernama Lela bisa makan gratis seumur hidup. Syaratnya hanya
dengan menunjukkan KTP.
Tak berapa lama, penggemar Lele pun berdatangan
dengan sendirinya. Apalagi setelah banyak diliput oleh media elektronik dan televisi,
semakin banyak saja yang penasaran dengan Pecel Lele Lela.
Selama satu bulan dikelola, hasilnya pun ibarat langit dan bumi. Rangga
langsung meraup untung Rp. 3 juta per bulan. Semangat Rangga untuk
mengubah hidupnya pun semakin menjadi-jadi. Rangga merencanakan menambah
keuntungannya dengan membuka 10 cabang dalam satu tahun. Kemudian 100 cabang
dalam lima tahun. Ia berharap dengan 10 cabang tersebut akan mendapat
keuntungan Rp. 100 juta juta per bulan. Pecel Lele Lela pun
terus berkembang. Tak sampai lima tahun, keuntungannya mencapai Rp. 8.2
milyar per bulan.
Sekarang, pria kelahiran 3 Januari 1979, pemilik Pecel Lele Lela ini yang ingin menjadi pengusaha sukses akhirnya benar-benar terwujud. Ia kini memiliki 92
outlet Pecel Lele Lela di Jakarta, Bandung, Purwokerto
dan kota lainnya di Indonesia. Keuntungan yang
diraihnya pun mencapai milyaran rupiah per bulan. Meski pegusaha restoran, rangga mengaku
hingga saat ini dia tidak bisa masak. Baginya, yang penting baginya pengusaha
restoran adalah bagaimana mencari tukang masak.


Kini, ayah dua anak tersebut sedang berupaya mewujudkan impian
lain, yakni membuka cabang Lele Lela di Mekah.
Berencana juga mengembangkan sayapnya di berbagai negara seperti Malaysia, Singapura,
Jedah, juga Australia. Kedepannya ia berharap
pecel lele ini mendunia. Agar masyarakat internasional bisa merasakan makanan tradisional Indonesia.
Komentar :
Rangga Umara adalah sosok wirausahawan yang
kreatif, inovatif, sabar dan pantang menyerah. Berawal dari dream book,
mimpi-mimpinya menjadi seorang wirausahawan sukses, kini terwujud dengan
berwirausaha menciptakan bisnis kreatif yakni Pecel Lele Lela. Dikatakan
kreatif karena pecel lele adalah masakan tradisional Indonesia dan ia membuat
banyak inovasi baru tentang masakan
pecel lele. Ide kreatifnya itu hingga menghasilkan milyaran rupiah per bulan,
mempunyai 92 outlet di Indonesia dan menerima penghargaan atas ide
kreatifnya.
Meski pernah mengalami kegagalan dalam berwirausaha
hingga diusir dari kontrakan dan berpenghasilan mines, ia menjadikan kegagalan
itu sebagai kunci untuk sukses. Jika ingin menjadi seorang wirausaha, kita
harus meniru kegigihan Rangga yang mempelajari kegagalan itu dan sabar memperbaiki
satu per satu faktor kegagalan itu hingga sukses seperti sekarang. Selain itu
kita harus kreatif menciptakan inovasi-inovasi baru di dalam dunia wirausaha.
Meskipun RanggaUmara tidak bisa memasak, ia
bisa menjadi wirausaha kuliner dengan mempelajari bisnis berwirausaha. Kita
sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan yang mempunyai pengetahuan tentang
pangan seharusnya bisa termotivasi menjadi wirausaha kuliner atau wirausaha
apapun yang lebih sukses dari Rangga Umara.
Dari kisah inspiratif ini, kita bisa mencoba
menulis mimpi-mimpi yang akan kita raih dan juga harus berfikiran bahwa menjadi
wirausaha itu akan lebih sukses jika kita mengelolanya dengan benar apalagi
mempunyai ilmunya dan kita akan membantu memajukan negara dengan mengurangi
tingkat pengangguran di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar